Mengembara dan berkelana terkadang menginsafkan kita. Tatkala melihat keindahan bumi Allah di sepanjang kembara perjalanan, hati terusik rasa. Sejauhmana kaki melangkah dan jasad dibawa, kita tetaplah hambaNya yang diberi kudrat olehNya semata-mata kudrat darinya membawa sangkar jasad ke mana sahaja sedangkan roh/jiwa itu tetaplah mencari-cari cahayaNya agar tersuluh hati yang seringkali tersesat di dalam kegelapan dunia.
Imam Bukhari misalnya telah mengungkapkan rasa kehambaannya pada Allah SWT dalam sajaknya. Rintihannya lebih kurang begini:
Di kala malam yang sunyi sepi
sedang bani insan tenggelam dalam tidur dan mimpi,
musafir yang malang ini tersentak bangun
pergi membasuh diri
untuk datang mengadap-Mu Tuhan.
Lemah lutut berdiri di hadapanMu
sedu-sedan tangisku keharuan
hamba yang lemah serta hina ini
Engkau terima juga mendekat
bersimpuh di bawah Duli Kebesaran.
Tuhan,
hamba tidak tahu pasti
bagaimana penerimaanMu
di kala mendengar pengaduan hamba
yang penuh dosa dan noda ini.
Dalam wahyu yang Engkau nuzulkan
Engkau berjanji untuk sedia menerima pengaduan
dan sudi memberi keampunan.
Dan Muhammad RasulMu yang mulia itu
pernah mengatakan:
"Ampunan Tuhan lebih besar dari kesalahan insan".
Hamba percaya pada tutur kepastian itu
Sebab itu hamba datang wahai Tuhan
bukan tidak redha dengan ujian
cuma hendak mengadu padaMu
tempat hamba kembali nanti
memohon sakinah, maghfirah dan muthmainnah.
Demikianlah bila hati sudah kembali kepada fitrahnya, maka manusia menjadi makhluk yang paling sempurna (insaanul kamil). Tetapi alangkah ruginya karena tidak semua manusia memilih jalan itu.
Di akhir zaman ini rasa kehambaan dalam hati hamba-hamba Allah sudah sangat kurang. Hati mereka jadi keras seperti batu.
Allah menggambarkan hal itu dengan firman-Nya:
Terjemahannya:
Kemudian setelah itu hati kamu menjadi keras seperti batu atau lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu ada yang terpancar mata air lalu mengalir dan sesungguhnya sebagian dari batu itu ada yang retak dan pecah lalu keluar air dari dalamnya. Dan ada pula batu yang jatuh meluncur karena takut kepada Allah. Dan tidaklah Allah lalai terhadap apa yang kamu kerjakan.
(Al Baqarah: 74)
Mereka bukan lagi memuja Allah tetapi memuja diri (nafsu) sendiri. Allah SWT tidak dibesarkan dengan selayaknya. Dan syariat Tuhan lahir maupun batin dijadikan bahan gurauan dan mainan mereka semata-mata.
Tetapi selamat dan bahagiakah hidup mereka?
Damaikah negara mereka?
Amankah masyarakat mereka?
Tenangkah rumah tangga mereka?
Lapangkah dada mereka?
Puaskah nafsu mereka?
Dan di manakah syurga dunia yang mereka impi-impikan?
Hidup di tengah-tengah gelombang nafsu ego dan rakus, hasad dengki, gila dunia, dendam, bakhil, riya', ujub dan 1001 macam lagi kejahatan lahir dan batin. Manusia bukan saja tidak dapat memberi ketenangan pada masyarakat sekitarnya bahkan diri dan keluarga sendiri pun gagal mereka letakkan dalam keadaan tenang. Kuman-kuman hasad dengki, takabur, gila dunia, bakhil, riya' dan lain-lain itu penuh mengerumuni hati mereka. Hal tersebut makin memusnahkan kemurnian rasa kemanusiaan dan pasti tidak akan membiarkan hati manusia itu dalam keadaan tenang dan tentram. Kejahatan-kejahatan itu akan senantiasa menggigit hati nurani manusia hingga hati itu selalu sakit.
Sudah kaya tidak puas apalagi kalau miskin. Sudah mempunyai pengikut tidak puas apalagi kalau sendirian. Sudah sehat tidak puas apalagi kalau sakit. Sudah disanjung tidak puas apalagi kalau dihina.
Di dalam kubur nanti kuman-kuman itu akan menjelma menjadi ular dan kalajengking yang menggigit dan mengunyah sekujur tubuh manusia. Sampai di Akhirat mereka akan menyerupai api yang akan membakar dan melumatkan lahir dan batin manusia.
Ketenangan hati hanya akan diperoleh dengan mengakui kehambaan, kekurangan dan kelemahan ke hadirat Allah yang Maha Tinggi. Mengaku berdosa lahir dan batin, takut dengan kebesaran, kekuasaan dan hukum-hukum Allah, mengharapkan kebahagiaan Akhirat dengan melupakan penderitaan di dunia, berkasih sayang sesama manusia, zuhud terhadap dunia, ikhlas beramal semata-mata karena Allah dan lain-lain rasa hati yang telah saya uraikan sebelum ini.
Kebahagiaan di dunia ini adalah ketenangan hati. Dan hati yang tenang adalah hati yang selamat dari kejahatan-kejahatan. Bila hati selamat, barulah manusia akan dipanggil Allah untuk menikmati kebagiaan abadi dalam Syurga Jannatun Naim.
Firman Allah SWT:
Terjemahannya: Pada hari manusia meninggalkan dunia ini tidak berguna harta dan anak-anak, kecuali mereka yang datang menghadap Allah membawa hati yang selamat.
(Asy Syuara: 88-89)
Mudah-mudahan Allah mengaruniakan kita taufik dan hidayah untuk memperoleh hati yang selamat sebagaimana yang Dia maksudkan. Amin.
1 ulasan:
Puan, saya memanjangkan pemintaa seseorang mungkin puan boleh membantu:
KE ARAH RUMAH ANAK YATIM SIFAR !!!
Sikap Mementingkan Diri MEMUSNAHKAN Kasih Sayang.
• Siapakah Anak Yatim.
• Luputnya Status Anak Yatim setelah mencapai umur baligh (seawall 10 tahun – maksimum 15 tahun).
• Kenapa golongan Anak Yatim tidak tersenarai dalam golongan penerima Zakat (Asnaf Zakat).
• Kenapa Al Quran menyebut “Jangan kamu MAKAN HARTA Anak Yatim”.
• Realiti kewujudan Rumah Anak Yatim – Sejarah dan Perkembangan.
• Kemana arah tuju Rumah Anak Yatim.
• Keutamaan dalam mengisi keperluan golongan Anak Yatim.
• Jijikkah kita menerima kehadiran golongan Anak Yatim di dalam keluarga kita.
• Mampukah masyarakat menerima baik konsep ini.
• LUAHAN RASA: Bekas penghuni Rumah Anak Yatim
• Semuanya bermula dari kita.
• Bagaimana Islam menyelesaikan masalah Anak Yatim.
• Rasulullah, Para Sahabat dan Para Tabi’in sebagai contoh pembela Anak Yatim.
RUMUSAN:
Apa peranan kita kea rah membina Masyarakat Penyayang sekali gus merealisasikan kempen ‘KE ARAH RUMAH ANAK YATIM SIFAR”
(*) Rumah Anak Yatim (RAY)
Antara sumbangan yang boleh tuan/puan berikan ialah pada tajuk-tajuk berikut:
A. SEJARAH dan PERKEMBANGAN RAY:
Sekiranya tahu ada RAY yang lebih tua dari Rumah Bakti di Hulu Kelang, sekiranya ada mohon keterangan lanjut.
B. LUAHAN RASA:
Kisah pahit dan manis kehidupan bekas-bekas penghuni RAY yang kini sudah dewasa (umor 25 ke atas) tak kira samada yang berjaya dalam kerjayanya mahupun tidak.
Pengalaman individu atau pertubuhan dalam berurusan dengan mana-mana pihak yang berkaitan dengan RAY.
Catat Ulasan